close

Wednesday, March 08, 2023

author photo
Unri sepakat Adopsi Artificial Inteligence

Pekanbaru/Pojok Review - Diskusi panel yang dibentang pada Senin (6/3/2023) di Ballroom utama UNRI, terbilang menarik. Kenapa? Diskusi yang dihadiri 40-an anggota senat tersebut menyasar masa depan kampus, menyoal penyelenggaraan akademik berbasis transformasi digital: teknologi artificial intelligence (AI), antara peluang dan tantangan.


Dalam diskusi itu menghadirkan empat pembicara seperti Wakil Rektor I Bidang Akademik UNRI - Dr. Mexsasai Indra, S.H. M.H, Akademisi FISIPOL UNRI - Prof. Dr. Yusmar Yusuf, M.Psi, Writerpreneur-Digital Business Consultant and IT Support - Muhammad Natsir Tahar dan Iswadi HR ST, MT, Ph.D. selaku Kepala UPT TIK UNRI. Tak ketinggalan pula peran  lincah Wakil Dekan FISIPOL UNRI, Saiman Pakpahan, S.Sos. M.Si selaku pemandu diskusi. 


Bukan tanpa sebab para akademisi dan praktisi UNRI itu berkumpul. Yah, paling tidak, mereka sedang membuka jalan atas keinginan dan tekad Rektor Universitas Riau (UNRI) Prof. Dr. Sri Indarti, SE, M.Si. Orang nomor satu UNRI itu telah mencanangkan kebijakan penyelenggaraan perguruan tinggi berbasis transformasi digital menuju world class university. Pelaksanaan kebijakan tersebut sudah harus berlaku efektif pada tahun anggaran 2024.


Diskusi terbatas dan bernas itu dipertajam Prof Yusmar Yusuf dengan menuangkan materi yang sarat tentang sejarah lahirnya AI. Dijelaskannya, AI sendiri berangkat dari Philosophy of Mind (filsafat akal budi). Konsep ini berbicara tentang fungsi-fungsi akalbudi yang kemudian diterjemah dalam sejumlah perbincangan humaniora dan ilmu-ilmu sosial. Lalu lahirlah pendekatan fungsional. Satu di antaranya adalah Blackbox Theory yang dikembangkan dari teori Behaviorisme dalam psikologi. 


Posesi materinya lebih ke pendekatan falsafati dan sejarah kehendak ke masa depan demi lahirnya kecerdasan yang mirip manusia sebagaimana ChatGPT. Tapi, segala kemampuan model ChatGPT itu tetap berada pada level keliru dalam menangkap bahasa yang digunakan sebagai tool pertanyaan (input). Sebab, dia tak hidup dalam bahasa dan tak memiliki pengalaman bahasa. Dia hanya "menggunakan" (use) bahasa, bahkan hanya sebatas "menyebut" (mention) dari bahasa itu.


Sehingga dia menerjemah dan menangkap keliaran fenomena bahasa dan kedangkalan. Dia tak bisa "menyerap" bentuk analogi (majas) bahasa. 


Lebih jauh, Prof Yusmar menambahkan, tugas teori ini, menyusun sejumlah kemampuan "processing" (yang dikenal sebagai blackbox) atas input yang masuk. Kemudian menjadi output dalam sejumlah fungsi-fungsi. Dari kaidah inilah lahirnya AI yang berawal pada 1970-an, bahkan 50-an. Karena AI hanya alat pemeroses data dalam gaya narasi. 


Dikatakannya, kalkulator memproses data angka. ChatGPT dalam lelaku deeplearning-nya ke depan tetaplah sebagai maujud kalkulator yang berenang dan mencemplungkan dirinya di atas teks dan narasi yang permukaan non-majasi.


"Pendangkalan isi dan makna (banalitas). Teknologi dan capaian deep learning yang terhidang, hadir dalam sejumlah paradoks utopia. 


Sementara itu, ketiga pembicara memaparkan materi seperti Dr. Mexsasai Indra berbicara tentang kebijakan penyelenggaraan akademik berbasis transformasi digital menuju world class university di lingkungan UNRI. 


Sedang dua pembicara lainnya, Muhammad Natsir Tahar mengangkat tema soal dinamika praktik dan inovasi penggunaan AI dalam penyelenggaran pendidikan tinggi, AI dalam perspektif u-distopia, how to handle ChatGPT dan quo vadis. Iswadi, Ph.D menguraikan tentang kesiapan teknis dan kelembagaan sistem teknologi, informasi, dan komunikasi UNRI dalam mewujudkan kebijakan penyelenggaran akademik berbasis transformasi digital.


Usai pemaparan materi oleh empat pembicara dan tanya jawab aktif bersama peserta diskusi itu, Ketua Senat UNRI, Prof. Dr. Ir. Zulkarnaini, M.Si dan seluruh anggota senat dari sejumlah fakultas, sepakat untuk menerapkan teknologi AI, terutama ChatGPT untuk membantu kerja-kerja akademisi dan mahasiswa dengan banyak catatan. Diskusi ini juga dihadiri Ketua Dewan Kesenian Kota Pekanbaru Fedli Azis, serta akademisi dan penulis Murparsaulian, sebagai peninjau.


Sebagai ilustrasi, ChatGPT besutan OpenAI yang bekerjasama dengan Microsoft ini merupakan salah satu teknologi AI yang sedang tren secara global karena kemampuannya menyusun kalimat-kalimat akademik hingga makalah secara profesional. Selain memiliki fungsi yang besar sebagai perangkat dan solusi penyelesaian tugas dan kertas kerja yang nyaris sempurna, ChatGPT dianggap berbahaya terhadap penyelenggaran sistem pendidikan secara universal, karena ia mampu mereduksi potensi manusia untuk memaksimalkan kemampuan otak mereka.


“Berdasarkan paparan dari para pembicara, kita (UNRI) sepakat menggandeng AI terutama ChatGPT sebagai instrumen pendamping, yang akan dilengkapi dengan regulasi dan pengutamaan etika akademik, serta metode pengajaran yang diperketat,” ujar  Mexsasai menutup diskusi.

This post have 0 komentar

Next article Next Post
Previous article Previous Post