Film Monster (2023) karya sutradara Jepang Hirokazu Kore-eda merupakan salah satu film yang paling banyak dibicarakan karena pendekatannya yang emosional, sensitif, dan berlapis. Tidak hanya sekadar drama keluarga atau konflik sekolah, Monster mengupas isu yang jauh lebih kompleks: bahaya prasangka, kekerasan verbal, perundungan, serta normalitas orientasi seksual yang dipaksakan oleh masyarakat.
Dengan struktur tiga perspektif yaitu ibu, guru, dan anak-anak - Kore-eda mengajak penonton mempertanyakan satu hal penting:
Siapa monster yang sebenarnya?
Monster bukan selalu seseorang yang melakukan kekerasan secara fisik. Monster bisa muncul dari sikap masyarakat yang terlalu cepat menghakimi tanpa memahami. Monster adalah sistem yang membungkam suara anak-anak, reputasi yang lebih penting dari kebenaran, dan ketidakpedulian yang menghancurkan keberanian seseorang untuk jujur. Kita semua bisa menjadi monster ketika kita memilih prasangka daripada empati.
Istilah “Otak Babi” dan Dampaknya
Salah satu elemen paling kuat dalam film ini adalah hinaan “otak babi” yang diarahkan kepada Minato, seorang anak yang dianggap aneh dan bermasalah. Awalnya terlihat sepele, tapi film ini menunjukkan bahwa kekerasan verbal dapat melumpuhkan mental seseorang, hinaan menciptakan isolasi sosial, stereotip menjadi racun yang merusak kepercayaan diri, dan seorang anak dapat kehilangan ruang untuk membela diri ketika orang dewasa tidak benar-benar mendengar. Kata “otak babi” menjadi simbol bahwa dunia ini sering terlalu cepat untuk menghakimi, dan terlalu lambat untuk mengerti.
![]() |
| Monster (2023) 2h 7m. |
Monster bukan dilahirkan, mereka diciptakan dari ketidakpedulian
Tidak ada anak yang terlahir sebagai pelaku atau penyebab masalah. Lingkungan, tekanan sosial, dan kurangnya ruang untuk didengar membuat seseorang berubah defensif, agresif, atau tertutup. Ketika sistem gagal melindungi, korban bisa berubah menjadi sosok yang dianggap "bermasalah," bukan karena sifatnya, tapi karena luka yang tidak terlihat.Tiga Perspektif, Satu KebenaranFilm Monster disusun dengan pendekatan Rashomon Style, di mana satu peristiwa diceritakan dari sudut pandang berbeda:
1. Sudut pandang Saori (Ibu Minato): Ia percaya guru adalah penyebab semua penderitaan anaknya.
2. Sudut pandang Hori (guru) : Ia menjadi korban gossip, tekanan institusi sekolah, dan kehancuran reputasi.
3. Sudut pandang Minato dan Yori (anak-anak) : Pandangan yang paling jujur, tetapi paling diabaikan.
Perbedaan perspektif ini membuka kenyataan bahwa kebenaran bukan milik siapa pun, kebenaran adalah ruang di antara semua sudut pandang. Tidak ada kebenaran tunggal. Manusia cenderung percaya versi yang paling menguntungkan diriya. Film ini mengingatkan memahami seseorang membutuhkan kerendahan hati untuk mendengarkan, bukan hayanya membela diri. Kebenaran hanya muncul Ketika semua diberi ruang, terutama suara yang paling lemah.
Normalitas Orientasi Seksual : Siapa yang Menentukan?
Monster bukan dilahirkan, mereka diciptakan dari ketidakpedulian
1. Sudut pandang Saori (Ibu Minato): Ia percaya guru adalah penyebab semua penderitaan anaknya.
2. Sudut pandang Hori (guru) : Ia menjadi korban gossip, tekanan institusi sekolah, dan kehancuran reputasi.
3. Sudut pandang Minato dan Yori (anak-anak) : Pandangan yang paling jujur, tetapi paling diabaikan.
Perbedaan perspektif ini membuka kenyataan bahwa kebenaran bukan milik siapa pun, kebenaran adalah ruang di antara semua sudut pandang. Tidak ada kebenaran tunggal. Manusia cenderung percaya versi yang paling menguntungkan diriya. Film ini mengingatkan memahami seseorang membutuhkan kerendahan hati untuk mendengarkan, bukan hayanya membela diri. Kebenaran hanya muncul Ketika semua diberi ruang, terutama suara yang paling lemah.



%20%E2%AD%90%207_9%20_%20Drama,%20Thriller.jpg)
This post have 0 komentar