close

Saturday, June 05, 2021

author photo



PojokReview.com - Ada seorang anak yang jago berenang, bahkan juara nasional tingkat SMA, tapi tetap tidak naik kelas karena nilai matematika (dan turunannya, seperti fisika, kimia, akutansi, dll) sangat rendah. Ada juga yang pintar menari, namun nilai pelajaran matematika dan turunannya jeblok, lalu dianggap bodoh oleh orang tuanya sendiri.


Namun, hal tersebut sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Saat ini, hal itu mungkin ditenggarai karena pelajaran matematika dan turunannya dipelajari lebih banyak di sekolahan ketimbang pelajaran lain seperti kesenian dan sejarah misalnya. Itu kenapa, anak-anak yang memiliki nilai tinggi biasanya akan lebih pintar di bidang matematika.


Anak-anak yang mengerti dan pintar matematika akan jauh lebih tinggi rangkingnya, ketimbang yang tidak menguasai. Itu alasan kenapa Anda bisa dianggap bodoh karena tidak mengerti matematika. 


Tapi, seperti sedikit diulas sebelumnya, ketidak tahuan dengan matematika membuat Anda dinilai bodoh sebenarnya sudah jauh sejak sebelum masehi. Tepatnya, sejak era filsuf Yunani antik, Anda akan tetap dicap orang yang "bodoh" bila tidak mengerti matematika.


Dimulai dari Thales dari Miletus, yang menyebutkan bahwa alam semesta tersusun atas pola tertentu yang bisa diukur, diprediksi, dan tentunya "dihitung". Jadinya, di era Thales masih hidup, siapapun yang tidak mengerti matematika akan kesulitan mengetahui tentang gagasan besar tentang alam semesta.


Tapi, hal itu belum seberapa karena Thales tidak mengatakan bahwa orang yang tidak mengerti matematika sebagai orang yang "bodoh". Yah, tokoh pertama yang menyebutkan statemen semacam itu adalah Phytagoras. 


Anda tentu akan kenal dengan nama Pitagoras yang teoremanya masih digunakan hingga detik ini. Pitagoras dari Samos bukanlah orang yang menemukan matematika, tapi orang yang sangat fanatik dengan matematika. Dan semua yang diajarkannya bermula dari premis "Pantha Arithmos" alias "semuanya adalah angka". Jadi, bila Anda tidak memiliki ketertarikan dan pengetahuan tentang "angka" (kita sebut saja matematika) maka Anda akan dicap bodoh di era Pitagoras.


Itu belum separah Euclid, sang pemikir bidang geometri. Dengan pengenalannya terhadap ilmu geometri membuat orang-orang di Yunani baru dianggap "pintar" bila mengerti tentang geometri. Pernah Anda mendengar salah satu pernyataan terkenal dari Plato yang berbunyi "Medeis ageometritos eisito mou ten stegen" alias "Let no one ignorant of geometry come under my roof". Apa artinya itu? Yah, bila Anda tidak mengerti geometri maka Anda dilarang berkunjung ke rumah Plato.


Bayangkan saja, seorang pemikir terkemuka bisa menyebut bahwa ia tidak mau menerima orang-orang yang tidak mengerti geometri (turunan matematika juga, kan?) untuk berkunjung ke rumahnya. Itu artinya, geometri menjadi ukuran peradaban di era itu. Anda bahkan tidak bisa memiliki teman bila tidak mengerti matematika!


Selanjutnya, kenal dengan nama Isaac Newton? Yah, bapak kalkulus dunia dan profesor matematika. Dalam filsafat alam, Isaac Newton mengenalkan bahasa matematika sebagai bahasa standarnya. Lalu, sejak era itu ilmu sosial juga belum dianggap sebagai sebuah "ilmu" karena studi sosial, bukan ilmu sosial. Alasan utamanya adalah "tidak matematis". Sampai akhirnya nama August Comte yang "membawa" matematika dalam rumpun ilmu sosial yang pada akhirnya membuat sosiologi menjadi sebuah ilmu. Matematika yang dimasukkan ke dalam ilmu psikis oleh Edmund Wundt juga membuat Psikologi menjadi sebuah "ilmu".


Kemudian, diikuti oleh ilmu-ilmu lainnya, termasuk seni, bahkan agama sekalipun. Sebab, matematika adalah "penerapan di level taktis" karena bila dilevel ideologi, matematika adalah filsafat.

This post have 0 komentar

Next article Next Post
Previous article Previous Post