close

Saturday, November 11, 2023

author photo
Pembantaian kucing di Eropa


Pojok Review - Wabah Hitam (Black Death) adalah sebuah tragedi kemanusiaan traumatik yang menewaskan jutaan manusia di dunia periode abad ke-14 hingga abad 18 di seluruh dunia. 

Dua pertiga penduduk Eropa meninggal dunia, dan penyakit tersebut menyebar hingga seluruh dunia melewati Asia, Afrika, Amerika, dan sebagainya. 

Tidak hanya meninggal karena penyakit tersebut, beberapa korban lainnya meninggal karena genosida. Beberapa di antaranya karena mereka menderita lepra, pengemis, gelandangan, bahkan Yahudi dianggap sebagai penyebar penyakit tersebut. 

Pandemi black death menjadi salah satu pandemi penyakit paling mengerikan, karena banyaknya takhayul dan info-info tak bisa dipertanggungjawabkan berseliweran di sekitaran kejadian tersebut. Novel berjudul The Decameron yang ditulis oleh Giovanni Boccaccio menggambarkan betapa mengerikannya kehidupan di era tersebut. 

Penyakit yang disebut wabah hitam atau maut hitam ini dinamakan demikian karena keadaan penderitanya. Penderitanya mengalami kulit yang menjadi berwarna kehitaman, disebabkan oleh pendarahan subdermal (acral necrosis). 

Wabah ini disebabkan oleh bakteri Yersinia, disebarkan oleh serangga kecil (kutu) bernama pinjal, yang ada di tubuh tikus, marmut, atau hewan kecil lainnya.

Perbedaan antara penyakit pes yang beredar di era abad ke- 14 dan abad ke-18 adalah adanya tambahan wabah pneumonia di abad ke-18 yang menjadikan penyakit ini jauh lebih mematikan. 

Wabah yang kedua dengan tambahan pneumonia ini bisa membunuh manusia hanya dalam waktu dua hari. Dengan demikian, bila ada individu yang terkena penyakit ini, maka bisa dipastikan usianya hanya tinggal 2 hari maksimal.

Tapi, dugaan paling kuat penyebab kematian puluhan juta manusia karena pandemi penyakit ini selama empat abad adalah sebuah kabar hoaks. Kabar hoaks ini menyebabkan ratusan kucing dibantai di Eropa sekitar abad ke-13 akhir. 

Bagaimana ceritanya?



Hoaks, Takhayul dan Pembantaian Ribuan Kucing


Pembantaian kucing di Eropa
Buku The Great Cat Massacre diangkat ke drama musikal



Abad ke-13 akhir hingga awal abad ke-14, Paus (pemimpin gereja Katolik seluruh dunia) berada di Avignon, Prancis (bukan di Roma, Italia). Penyebabnya, Paus beraliansi dengan Raja Frank (dari Prancis) dan bermusuhan dengan Kekaisaran Romawi. 

Sejarah mencatat, selain terlibat langsung dengan politik praktis, era Paus di Avignon adalah era paling kelam dalam sejarah ke-paus-an; perebutan kekuasaan dengan raja, intrik politik, korupsi, dan ... sebuah keputusan yang keliru.

Keputusan yang paling konyol pernah dikeluarkan Paus era itu, yakni "kucing merupakan hewan yang bersekutu dengan setan". Hal itu juga disebabkan kucing menjadi "hewan wajib" yang dipelihara oleh penyihir, dukun, tabib, dan pemilik "ilmu hitam" lainnya. 

Paus menduga, kucing yang berkeliaran di setiap sudut kota dan dalam rumah, menjadi "mata-mata" bagi setan. 

Ditambah lagi, kucing berwarna hitam selalu dikaitkan dengan kisah-kisah iblis dan setan, serta pembawa sial. 

Karena itu, Paus mengeluarkan pernyataan resmi tentang pelarangan membiarkan kucing berkeliaran bebas karena merupakan tipu daya setan, karena persekutuan kucing dengan setan.

Apa yang terjadi setelah pernyataan Paus tersebut? Yah, pembantaian kucing bermula di Eropa. Ribuan kucing dibunuh, dan dikubur massal. 

Hal itu menjadikan populasi kucing di Eropa benar-benar menurun drastis. Dan pembantaian itu tidak hanya terjadi di abad ke-14, tapi sampai berabad-abad kemudian. 

Salah satunya diceritakan dalam buku berjudul The Great Cat Massacre and Other Episodes in French Cultural History yang ditulis oleh Robert Darnton tahun 1984.

Pembantaian kucing di Eropa dan turun drastisnya populasi kucing, berdampak pada bertumbuh berkali lipatnya populasi tikus di Eropa. Dan, dari titik itulah wabah pes hitam mulai merambah ke Eropa, bermula dari Kota Caffa di Krimea. 

Populasi tikus yang meningkat, menambah parah penularan penyakit itu. Hasilnya, abad ke-14 diwarnai dengan pandemi penyakit mematikan.

Tapi, orang-orang masih terpedaya dengan takhayul dan kabar hoaks bahwa kucing adalah penyebab penyakit tersebut. Hasilnya, pembantaian kucing masih terus terjadi sampai abad ke-18. Dan dampaknya, penyakit tersebut juga masih terus menyebar hingga abad ke-18. 

Ketika pembantaian kucing telah terhenti, populasi tikus mulai bisa dikendalikan lagi. Hasilnya, pandemi penyakit tersebut mulai terhenti sejak awal abad ke-19.

This post have 0 komentar

Next article Next Post
Previous article Previous Post